Chat with our Network Representatives now:
“MEMUPUK SEMANGAT SOLIDARITAS GENERASI Z YANG MENGHARGAI PERBEDAAN, MELALUI KEGIATAN LINTAS AGAMA”
Sekolah HighScope Indonesia teaches students to respect differences, to allow differences, to encourage differences, until differences no longer make a difference”.
Sejumlah kasus intoleransi antar umat beragama yang beberapa kali terjadi di Tanah Air, yang dianggap menodai kerukunan antar umat beragama dan juga menciderai demokrasi, salah satu penyebabnya adalah semakin hilangnya nilai menghormati dan menghargai perbedaan agama yang ada di masyarakat. Hal tersebut diakibatkan karena sangat kurangnya pendidikan dan penanaman nilai-nilai toleransi dan menghargai perbedaan yang ditanamkan kepada anak-anak bangsa sejak masa sekolah. Oleh sebab itu, Sekolah HighScope Indonesia berkomitmen untuk menanamkan dan menerapkan nilai-nilai toleransi serta menghargai perbedaan kepada seluruh siswa-siswinya.
Mungkin ada yang beranggapan bahwa hal toleransi merupakan sesuatu hal yang sepele, tetapi dampak dari hal ini bersifat negatif. Banyak masalah yang terjadi di zaman ini biasanya berasal dari "tidak bisa terwujudnya rasa menghargai (respect) terhadap sesama, terhadap suatu hal, terhadap semua perbedaan." Banyak masalah dapat timbul karena kurangnya pemahaman, yang berakibat pada perkelahian, perpecahan & kurangnya toleransi.
Dalam rangka memberikan pemahaman akan konsep menghargai perbedaan (respect) dan toleransi kepada seluruh siswa-siswinya, Sekolah HighScope Indonesia menyelenggarakan sebuah kegiatan lintas agama yang bertajuk 3R (Ramadhan, Retreat, Recollection). Kegiatan ini bertujuan mengajarkan para siswa untuk menghargai perbedaan dan mengimplementasikan nilai-nilai sikap toleransi demi memperkuat kepercayaan serta keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa, antara lain melalui kegiatan berdoa atau refleksi.
Adapun tema 3R yang diangkat pada tahun ini adalah “ABC Generation: Becoming Adaptive, Brave and Creative Religious Millenials for the Good of Others”. Tema ini dipilih dengan tujuan agar para siswa dapat menjadi agen agen pembawa semangat toleransi yang adaptif (mampu bergaul dalam lingkungan mana pun), berani (berani menyuarakan semangat untuk saling menghargai, apapun tantangan yang dihadapi), dan menggunakan cara-cara yang kreatif (disesuaikan dengan zaman teknologi digital masa kini). Semuanya dikolaborasikan untuk membawa kebaikan bagi seluruh umat beragama dalam masyarakat.
Kegiatan 3R ini diselenggarakan setiap tahunnya di bulan Ramadhan, yaitu sejak tahun 2004. Meskipun kegiatan ini diselenggarakan pada saat bulan Ramadhan, kegiatan ini tidak hanya diikuti oleh siswa peserta yang hanya beragama Islam saja, tetapi juga siswa yang beragama lain yaitu: Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu dan Budha. Di dalam kegiatan ini, aktivitas siswa secara umum terbagi menjadi 2, yaitu aktivitas yang sesuai dengan latar belakang agama masing-masing siswa, dan aktivitas gabungan seluruh siswa tanpa melihat latar belakang agama.
Rangkaian kegiatan 3R tahun 2019 ini dimulai sejak hari Selasa, 28 Mei 2019 dan berakhir di keesokan harinya. Pihak sekolah mewajibkan seluruh siswanya untuk mengikuti kegiatan ini selama 2 hari di sekolah.
Kegiatan 3R ini dibuka dengan sesi Opening, Hopes & Dreams, dan Ice Breaking yang diikuti oleh seluruh siswa. Kemudian dilanjutkan dengan sesi talkshow dari Rumah Singgah Erka (Rumah Kita) untuk seluruh siswa, dengan pembicara yaitu: Ridwan, Duta Anak Indonesia untuk PBB dan Hadi, dari komunitas Beatbox Anak Marjinal.
Ridwan, perwakilan dari Duta Anak Indonesia, mengartikan toleransi yang dihubungkan dengan kepedulian terhadap orang-orang lain yang mungkin dipandang sebalah mata oleh sebagian pihak. Ia mengatakan bahwa: “Toleransi itu adalah bagaimana kita sebagai manusia dapat membantu orang lain tanpa melihat latar belakangnya, agama, status ekonomi, suku bangsa, dan lainnya, dengan tujuan solidaritas sesama manusia agar orang yang kita bantu itu bisa kemudian bangkit dari kesulitannya dan menjadi pribadi-pribadi yang tangguh dan mandiri.”
Sementara itu, Hadi, dari komunitas Beatbox Anak Marjinal, mempertunjukkan kepada para siswa bahwa meskipun anak-anak marjinal ini dapat dikatakan sebagai anak-anak yang kurang beruntung secara sosial dan ekonomi, namun dengan kepedulian dan bimbingan yang tepat, maka dari antara mereka bisa muncul bakat-bakat dan keterampilan yang tidak diperhitungkan sebelumnya, dan bahwa di dalam hal ini, yang mereka perlukan sebenarnya adalah kepedulian dan kesempatan untuk mengembangkan bakat dan keterampilan mereka. Di sinilah para siswa kembali diingatkan bahwa sebagai anak-anak yang hidupnya lebih beruntung ketimbang para anak marjinal ini, para siswa dapat menyatakan rasa syukur atas kehidupannya dengan mau peduli dan berbagi dengan teman-teman yang tidak seberuntung mereka.
Setelah sesi pembukaan selesai, barulah para siswa mengikuti sesi-sesi yang sesuai dengan agama mereka masing masing. Sebagai gambaran, pada saat siswa beragama Islam menjalankan kewajibannya melakukan sholat Isya dan Tarawih berjamaah, maka siswa yang beragama Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu & Budha melakukan pendalaman iman masing-masing di ruang-ruang yang berbeda, dengan mengundang pembicara tamu dari pemuka agama masing-masing. Mereka berdiskusi tentang bagaimana keimanan mereka tercermin dalam semua tindakan mereka yang membawa semangat toleransi dan solidaritas dengan sesama, terlebih lagi di era digital saat ini.